ROOL News – Gelombang dukungan terus mengalir dari berbagai pihak untuk Program Penghijauan dan Pengembangan Desa Wanatani Bambu yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi NTT dan Yayasan Bambu Lestari (YBL).
Dukungan formal berupa penandatanganan nota kesepahaman dan kerjasama dengan berbagai pihak. Pada 24 Mei 2021 yang, Gubernur NTT Victor Bungtilu Laiskodat (VBL) dan Presiden Direktur YBL, Arief Rabik menandatangani MoU (Nota Kesepahaman) untuk bekerjasama dalam pengembangan Desa Wanatani Bambu dalam rangka mendukung Ekonomi Hijau (Green Economy) di NTT. MoU ini berlaku selama lima tahun.
Meski MoU ditandangi pada bulan Mei, namun program di lapangan telah dilaksanakan sejak awal tahun di 7 kabupaten di Pulau Flores.
Kesepakatan serupa juga telah ditandatangi oleh YBL dengan organisasi perangkat daerah terkait yaitu Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi NTT dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT.
Program yang disebut Program Penghijauan dengan Bambu Melalui Pemberdayaan Perempuan/Ibu Penggerak PKK/Kelompok Wanita Tani ini memiliki sejumlah tujuan, yaitu memperbaiki kondisi lingkungan pasca Siklon Seroja, memberdayakan masyarakat desa, memperkuat peran perempuan dan ibu-ibu penggerak PKK serta kelompok Wanita Tani. Selain itu program ini juga dimaksudkan untuk mengurani dampak Pandemi COVID-19 dengan memberikan penghasilan tambahan bagi ibu-ibu peserta program pembibitan.
Dukungan juga datang dari Universitas Nusa Cendana (Undana). Pada 1 Juli 2021, YBL dan Rektor Undana Prof. Dr. Fredrik Lukas Benu menandatangani MoU di bidang pengkajian, penelitian, dan pengembangan inovasi bambu, yang membuka jalan bagi peningkatan nilai tambah bambu di NTT.
YBL juga mendapatkan dukungan dari sejumlah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Kolaborasi dengan DuAnyam melahirkan program kerajinan rakyat berbasis bambu, kerjasama dengan Sekolah Seniman Pangan melatih para petani melakukan pemetaan pangan lokal, dan dengan Kanoppi di bidang pewarna alami lokal.
Selain itu, dukungan juga tampak dari makin bertambahnya jumlah kunjungan ke desa-desa yang menjadi daerah pembibitan bambu serta ke Kampus Bambu Agroforestri Turetogo, Ngada, yang dibangun dan dikelola YBL. Tercatat kampus itu telah dikunjungi oleh anggota DPRD NTT, sejumlah Bupati dan pejabat Kementerian Desa, serta direksi dan komisaris Perhutani.
Untuk mensinergikan dukungan dari berbagai pihak tersebut, YBL pada Senin ini (23/8) mengadakan presentasi dan diskusi Program Desa Wanatani Bambu yang melibatkan berbagai OPD terkait, termasuk mengundang Gubernur dan Wakil gubernur NTT. Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Julie Sutrisno Lasikodat juga dijadwalkan hadir dan memberi sambutan dalam kegiatan tersebut.
Program ini merupakan kelanjutan dari program kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Tim Penggerak PKK Provinsi tahun 2020. Program tersebut melibatkan 208 ibu-ibu untuk mengelola pembibitan berbasis keluarga (family nursery) dan berhasil menghasilkan 126 ribu bibit.
Pada 2021 program tersebut diperluas ke 7 kabupaten di Flores dan melibatkan 305 ibu-ibu dengan target 2,8 juta bibit. Pemprov NTT mengalokasikan dana APBD Rp. 8,8 milyar untuk mendanai program pada 2021.
“Dari total dana Rp. 8,8 milyar tersebut, 97,7% kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan program di lapangan serta insentif untuk ibu-ibu pembibit. Jadi ini memang program yang didesain untuk menguatkan masyarakat pedesaan baik melalui tambahan penghasilan maupun peningkatan pengetahuan tentang konservasi alam dan peningkatan keahlian dalam kerajinan berbasis bambu,” kata Direktur Eksekutif YBL, Monica Tanuhandaru, dalam rilisnya kepada ROOL, Minggu (22/8).
Selama Januari hingga Juli 2021 program ini telah menunjukkan perkembangan yang membesarkan hati. Program ini telah diaktifkan di 20 Desa di tujuh kabupaten di daratan Flores yaitu di Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Ende dan Sikka. Sebanyak 350 perempuan pelopor telah terlibat dalam program ini sebagai penerima manfaat. Perempuan-perempuan yang umumnya adalah ibu rumah tangga ini dgandeng untuk melakukan penanaman bibit yang selanjutnya bibit-bibit yang dihasilkan dibeli oleh YBL. Target 700,000 untuk Fase Pertama akan tercapai pada awal September mendatang.
Program ini juga membuka lapangan kerja baru bagi para pemuda-pemudi NTT melalui perekrutan 7 orang koordinator kabupaten dan 20 orang fasilitator desa.
Program Penghijauan dengan Bambu juga telah turut mengurangi dampak ekonomi Pandemi Covid-19 dengan memberikan tambahan penghasilan kepada 350 ibu-ibu yang terlibat dalam program ini. Pihak YBL memberikan insentif pembelian atas bibit yang dihasilkan oleh para ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok pelopor. Dalam Fase Pertama yaitu bulan Mei-September, setiap ibu yang menghasilkan 2000 bibit mendapatkan insentif sebesar Rp. 5 juta atau sebesar Rp. 2.500 per bibit. Sedangkan dalam Fase Kedua yaitu Oktober-Desember, setiap ibu yang menghasilkan 6000 bibit akan mendapatkan Rp. 6 Juta atau sebesar Rp. 1.000 per bibit.
“Ibu-ibu ini bisa menerima 2 sampai 5 juta per fase, hanya dengan menanam bibit di rumah masing-masing sehingga tidak perlu biaya mobilitas dan lain-lain. Per bulan mereka masing-masing menerima rata-rata Rp. 800-900 ribu,” kata Monica.
Saat ini YBL dan berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) dan pihak terkait sedang menyusun perluasan program ini untuk tahun 2022 yang akan mencakup 60 Desa di 17 Kabupaten antara lain Alor, Lembata, Flores Timur, TTS, TTU, Malaka, Sumba Tengah, Sumba Timur, Rote-Ndao dan Kabupaten Kupang. [mm/rn01]