ROOLNews • Kerja keras jajaran Pemkab Rote Ndao berhasil menurunkan angka stunting periode Agustus 2021 sebesar 26,5 persen menjadi 22,1 persen pada periode Agustus 2022.
Hal tersebut terkuak dalam kegiatan Lokakarya Mini (Lokmin) Percepatan Penurunan Stunting di aula kantor Camat Rote Barat Laut,
Jumat (25/11/2022).
Lokakarya Mini yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Rote Ndao itu menghadirkan narasumber Kabid Keluarga Berencana (KB) DP3AP2KB Kabupaten Rote Ndao Hanok Adu dan Kepala UPTD Puskesmas Busalangga dr Patmi Wulandari.
Hadir dalam kegiatan tersebut para Kepala Desa, Ketua TP PKK Desa, Tenaga Gizi Puskesmas Rote Barat Laut, Penyuluh KB, dan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, dan tokoh pemuda.
Kabid KB DP3AP2KB Rote Ndao Hanok Adu menjelaskan, penurunan 4,4 persen angka stunting merupakan hasil kerja keras seluruh jajaran Pemkab dan masyarakat Rote Ndao.
Pada periode Agustus 2021, kata dia, tercatat sebanyak 399 baduta dan balita yang mengalami stunting. Sementara hasil ukur dan timbang pada periode Agustus 2022 menurun menjadi 321 orang yang terpapar stunting.
“Trennya menurun sekitar 4,4 persen, ini berkat kerja bersama semua stakeholders. Ke depan sesuai permintaan Ibu Bupati, kita harus bekerja bersama-sama untuk menurunkan jumlah baduta dan balita stunting, tak sekadar persentasinya saja,” ujar Hanok.
Khusus untuk wilayah Kecamatan Rote Barat Laut, kata dia, intervensi yang dilakukan di salah satu desa/kelurahan berhasil membuat 6 orang baduta dan balita stunting menjadi normal.
“Kita perlu memberikan apresiasi atas kerja keras ini. Kerja belum selesai, sehingga jika upaya ini terus dilakukan tarulah di satu dusun 1 anak yang kita turunkan, maka target Agustus tahun 2023 17,18 persen akan kita capai,” ujarnya.
Kepala UPTD Puskesmas Busalangga dr Patmi Wulandari dalam pemaparan materinya menjelaskan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Hal ini disebabkan baduta dan balita tidak mendapatkan asupan bergizi dalam jumlah yang tepat pada jangka waktu yang lama (kronik).
Dampaknya, kata Wulandari, perkembangan kognitif dan motorik terganggu dan gangguan metabolik, dan di usia dewasa menderita penyakit tidak menular. Hal ini dapat dicegah dengan asupan gizi yang memadai, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.
“Perlu ada intervensi gizi untuk mencegah terjadinya masalah gizi, serta memastikan tersedianya kapasitas juga program gizi yang tepat. Pendekatan multisektoral dalam intervensi gizi juga perlu dilakukan untuk memastikan sinergitas dan keberlanjutan kegiatan,” katanya.
Ia menambahkan, ada empat cara intervensi gizi, yakni pertama Spesifik (langsung): Digunakan untuk menangani penyebab-penyebab langsung terjadinya kurang dizi dilaksanakan oleh sektor Kesehatan.
Kedua, Sensitif (tidak langsung): Menangani penyebab tidak langsung terjadinya kurang gizi. Intervensi ini dilaksanakan oleh berbagai sektor.
Ketiga, Pendukung: Pencatatan Sipil, Penguatan Posyandu, Surveilans Gizi, Advokasi Pemkab, Konvergensi Pencegahan Stunting Desa.
Keempat, Terintegrasi: Inisiasi Intervensi Terintegrasi, Lokasi fokus intervensi penurunan Stunting.
Ia juga berterima kasih kepada para tenaga medis di Puskesmas Busalangga dan para kader Posyandu yang telah bekerja keras melakukan advokasi dan aksi nyata pendampingan anak stunting pada 1 kelurahan, 11 desa, 34 Posyandu yang telah bekerja keras sehingga secara bertahap dapat menekan lajunya stunting di Kecamatan Rote Barat Laut. (team)