ROOLNews—Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rote Ndao menggandeng Yayasan Sanggar Suara Perempuan (SSP) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang sudah berpengalaman dalam litigasi dan non litigasi, guna meminimalisir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Rote Ndao.
Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Kemitraan dan Sinergisitas Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dilakukan Bupati Rote Ndao Paulina Haning-Bullu dan Direktur Yayasan SSP Rambu Atanau-Mella, di ruang kerja Bupati Rote Ndao, Rabu (06/10/2021) petang. .
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Rote Ndao Regina Asnat Kedoh yang dikonfirmasi media ini usai penandatanganan PKS menjelaskan bahwa perkembangan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Rote Ndao beberapa tahun terakhir cukup tinggi.
Menurutnya, sesuai catatan Dinas P3AP2KB pada tahun 2020 terjadi 91 kasus, dengan rincian kasus kekerasan terhadap perempuan 42 kasus, 48 kasus kekerasan terhadap anak, dan 1 kasus kekerasan kepada laki-laki. Sementara untuk tahun 2021, data hingga September terdapat sebanyak 39 kasus, yakni 27 kasus kekerasan terhadap anak, 11 kasus kekerasan terhadap perempuan, dan 1 kasus laki-laki.
“Jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Rote Ndao, di antaranya kekerasan phsikis, fisik, seksual, penelantaran, dan ekspolitasi, di mana yang paling menonjol adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak,” bebernya.
Dengan kondisi ini, kata dia, menjadi sangat urgent untuk melakukan kerja sama dengan Yayasan SSP Kabupaten Timor Tengah Selatan yang sudah berpengalaman melakukan pendampingan pendampingan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk melakukan pendampingan dan dukungan penguatan kapasitas bagi tenaga-tenaga pendamping Dinas P3AP2KB, sehingga bisa dilakukan berbagai program sinergisitas untuk mengintervensi penurunanan kasus.
“Kami mengambil kesempatan untuk berkerja sama dengan Yayasan SSP yang sementara melakukan penjajakan terkait kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Rote Ndao dengan melakukan PKS khusus dalam hal melakukan langkah-langkah edukasi sebagai upaya preventif kepada masyarakat, agar peka terhadap kondisi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Regy.
Dijelaskan Regy, dalam PKS tersebut yang menjadi tanggung jawab Pemkab Rote Ndao adalah memberikan dukungan sarana-prasarana, menyediakan layanan penanganan, dan mengkoordinir penyelesaian kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (termasuk korban) kepada Yayasan SSP.
Sementara yang menjadi tanggung jawab Yayasan SSP adalah terkait pendampingan dan penguatan kapasitas terhadap sumber daya Pemkab Rote Ndao dalam melaksanakan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anakn dan perempuan secara berkelanjutan hingga Desember 2023.
Selain itu, Yayasan SSP juga berkewajiban memberikan kegiatan pelatihan maupun magang kepada SDM Dinas P3AP2KB untuk memiliki kemampuan advokasi dan keterampilan secara dini dalam melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan perempuan dan anak.
Masih menurutnya, selain kerja sama dengan Yayasan SSP dalam rangka kemitraan dan sinergisitas pemenuhan hak perempuan dan anak korban kekerasan, perlu peran aktif dan dukungan pemerintah, pemuka agama, LSM dan organisasi pemerhati masalah perlindungan hak-hak perempuan dan anak, aparat penegak hukum, serta seluruh stakeholders, melalui kampanye dan sosialsisasi secara masif.
Litigasi dan Non Litigasi
Di tempat yang sama, Direktur Yayasan SSP Rambu Atanau Mella mengatakan, awalnya yayasan yang dipimpinnya fokus pada kesetaraan gender. Namun, dalam perjalanannya lebih mengerucut pada penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, seiring dengan peningkatan jumlah kasus yang sangat tinggi, maka program prioritas adalah pendampingan terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik litigasi maupun non litigasi.
“Jadi dalam PKS dengan Pemkab Rote Ndao ini kami berkewajiban memberikan pendampingan terhadap masalah proses hukum (litigasi) dan penanganan phsikologis terhadap trauma dan penanganan media yang dihadapi korban kekerasan (non litigasi),” katanya.
Menurutnya, pengalaman Yayasan SSP dalam kiprahnya telah melakukan pendampingan di Kabupaten TTS, Kota Kupang (temasuk Kabupaten Kupang) dengan menginisiasi pembentuk Pusat Crisis Perempuan dan Anak yang sekarang dikenal dengan nama Rumah Perempuan, serta yang sementara dalam proses adalah di Rote Ndao dan Alor.
Ia mengapresiasi Pemkab Rote Ndao yang luar biasa responsible terhadap permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, di mana langsung melakukan PKS dengan Yayasan SSP.
Ia menjelaskan, kerja sama dengan Pemkab Rote Ndao menjadi pola baru karena selama ini kerja sama yang dilakukan adalah dengan sesama LSM. Hal lain adalah Pemkab melalui Dinas P3AP2KB telah mempunyai program yang sama dengan Yayasan SSP, sehingga pihaknya mendapat sambutan dan dukungan yang luar biasa karena pihaknya hanya baru melakukan penjajakan kemitraan dan sinergisitas melalui dinas terkait. Namun, langsung direspons positif dengan penandatanganan PKS ini.
“Kami merasa Ibu Bupati dan jajaran sangat luar biasa, sehingga kami berharap ke depan terjadi kemitraan dan sinergisitas dalam rangka upaya dan penanganan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten Rote Ndao,” tutupnya. (team)