ROOLNEWS.ID – Bupati Rote Ndao Paulus Henuk membeberkan dua kelalaian fatal dalam sistem pelayanan kesehatan yang terjadi di balik kasus meninggalnya seorang ibu hamil. Kelalaian tersebut mencakup miskomunikasi yang menyebabkan dokter jaga absen serta tindakan Kepala Puskesmas yang meninggalkan tugas saat pasien dalam kondisi kritis. Demikian disampaikan Bupati saat Penutupan Sidang II DPRD Rote Ndao, Senin (1/9/2025), sebagai respons atas sorotan tajam terhadap kasus tersebut.
Kelemahan pertama yang diungkap adalah kegagalan bidan melaporkan kondisi gawat darurat pasien kepada dokter jaga puskesmas. Akibatnya, dokter meninggalkan puskesmas pada pukul 07:00 pagi untuk tugas lain, tidak menyadari adanya pasien kritis yang membutuhkan penanganan segera.
“Mestinya kalau dilaporkan sejak dari awal, dokter itu tidak perlu datang ke pemeriksaan gratis di lapangan,” ujar Bupati.
Kelemahan fatal kedua, lanjutnya, adalah tindakan Kepala Puskesmas (Kapus) yang tetap berangkat menghadiri rapat undangan dinas meskipun telah mengetahui keberadaan pasien dalam kondisi kritis di fasilitas yang dipimpinnya. Bupati menilai Kapus telah lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya.
Sebelum ditangani medis, pasien tersebut telah ditangani oleh seorang dukun beranak. Pasien baru dibawa ke nakes setelah kondisinya lemas dan mengalami pendarahan.
Setelah mendapat penanganan awal di Puskesmas Eahun, pasien dirujuk ke RSUD Ba’a. Namun, karena serangkaian keterlambatan dan kondisi yang sudah parah—di mana bayi di dalam kandungan diduga telah meninggal—nyawa sang ibu tidak berhasil diselamatkan.
Kasus ini sebelumnya telah memicu reaksi keras dari Komisi II DPRD Rote Ndao yang menuntut evaluasi total dan pertanggungjawaban dari pihak Puskesmas Eahun.
Ketua Komisi II DPRD Rote Ndao, Meksi Mooy, menyatakan bahwa pihaknya telah berulang kali mengingatkan tentang pentingnya perbaikan pelayanan medis.
“Sudah berkali-kali kami ingatkan soal pelayanan medis,” ungkapnya, Kamis (28/8/2025).
Menyikapi kasus terkini, Komisi II akan memanggil pihak Puskesmas Eahun untuk dimintai pertanggungjawaban.
Meksi Mooy menegaskan bahwa kelalaian, terutama dalam hal komunikasi rujukan pasien ke RSUD Ba’a, tidak dapat ditoleransi.
“Ini bukan persoalan sepele, ini soal nyawa,” tegasnya.
Peristiwa ini mendorong desakan untuk melakukan evaluasi total terhadap standar operasional prosedur (SOP) di semua fasilitas kesehatan.
Menurut Meksi, apa pun kendalanya, penyelamatan nyawa pasien harus menjadi prioritas mutlak yang tidak bisa ditawar. (*/rn)