ROOLNEWS.ID – Di balik gedung SMAN 1 Lobalain yang kini berdiri kokoh, tersimpan sebuah kisah perjuangan yang nyaris tak terbayangkan oleh generasi sekarang. Sebuah cerita tentang semangat baja angkatan perintis yang harus memikul meja dan kursi setiap hari, hanya demi bisa mengenyam pendidikan.
Kisah heroik itu dituturkan kembali oleh Arkilaus Lenggu, alumnus angkatan pertama bernomor induk 001, dalam perayaan Dirgahayu ke-42 sekolah almamaternya, Sabtu (30/8/2025) pagi. Testimoninya bukan sekadar nostalgia, melainkan sebuah cermin betapa dari rahim keterbatasan, lahir para pemimpin tangguh.
Arkilaus, yang hari itu juga menandai hari terakhirnya sebagai abdi negara, membuka ceritanya dari titik nol. Saat angkatan pertama memulai, sekolah itu tak lebih dari sebuah nama tanpa gedung. Proses belajar mengajar harus dijalani secara nomaden, menumpang dari satu sekolah dasar ke sekolah lain.
“Kami masih pakai SD 3 Ba’a, kemudian pindah ke SMPN 1, pindah lagi ke sekolah lain cuma satu minggu karena kami sudah besar-besar, jadi meja kursi rusak,” kenang Arkilaus.
Puncak dari perjuangan itu tiba ketika gedung baru SMAN 1 Lobalain akhirnya rampung. Namun, bangunan itu hanyalah ruang-ruang kosong tanpa perabotan. Di sinilah babak paling monumental dalam sejarah mereka dimulai.
Setiap hari, rutinitas memikul meja dan kursi dari salah satu Sekolah Dasar menjadi pemandangan biasa. Para siswa berjalan kaki, bergotong-royong mengangkut “fasilitas belajar” mereka sebelum kelas dimulai, dan mengembalikannya lagi saat sore tiba.
“Satu meja itu kan ada dua orang. Kita taruh kursi di atas meja, pikul dua orang itu bawa ke sini. Dan itu berlangsung sekian bulan,” tuturnya.
Namun, dari keringat dan pengorbanan itulah SMAN 1 Lobalain membuktikan kualitasnya. Arkilaus dengan bangga menunjuk bukti nyata dari tempaan keras itu, seperti Bupati Rote Ndao saat ini, Paulus Henuk, adalah salah satu buah dari didikan sekolah tersebut.
“Dengan keterbatasan fasilitas, sekolah ini menghasilkan seorang pemimpin nomor satu di kabupaten ini. Saya sebagai alumni, bangga luar biasa,” tegasnya.
Bagi Arkilaus, keberhasilan itu bukanlah kebetulan, melainkan bukti “rencana indah Tuhan” untuk sekolah tersebut.
Kini, ia melemparkan tantangan kepada generasi penerus yang menikmati fasilitas jauh lebih lengkap.
“Maka kenapa generasi yang sekarang saya tantang? Apakah sekian tahun ke depan bisa melahirkan orang nomor satu dari lembaga ini atau tidak?” tanyanya retoris. ”
Kisah perjuangan Arkilaus dan angkatannya menjadi warisan tak ternilai bagi SMAN 1 Lobalain. Sebuah pengingat bahwa fasilitas bukanlah penentu utama, melainkan karakter, daya juang, dan semangat untuk menolak menyerah pada keadaan.
“Kami semua bisa ada di sini, lahir dari keterbatasan.” kata Arkilaus. (*/rn)