roolnews.ID, NGGODIMEDA • Sebuah sejarah baru ditorehkan Pemerintah Daerah Kabupaten Rote Ndao saat mendeklarasikan lembaga adat pengawas atau penjaga di laut dengan sebutan Hoholok/Papadak dan mengukuhkan Manaholo atau penjaga, Rabu (7/9/2016) di pantai Kolla, Nggodimeda, Rote Tengah.
Manaholo yang dikukuhkan sebanyak 48 orang, berasal dari tiga (3) wilayah eks Nusak/ kerajaan, yakni Nusak Landu, Nusak Termanu, dan Nusak Dengka.
Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning, MM, dalam jumpa pers mengatakan, Hoholok / Papadak adalah sebuah aturan yang lahir dari masyarakat adat, ” lembaga adat yang telah dikukuhkan ini nantinya akan bermitra dengan pemerintah sehingga akan membantu pemerintah dalam penyelesaian persoalan di pesisir dengan hukum adat dan tidak selalu dengan hukum formal” jelas Haning.
Lanjut Haning, hukum adat yang telah dibuat untuk pengamanan pesisir dan laut akan disosialisasikan secara umum karena berlaku secara general baik warga lokal maupun yang dari luar Rote.
Kepala Biro tata organisasi dan pemerintahan, Ferdy. J Kapitan, mewakili wakil gubernur NTT, dalam sambutannya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pemerintah kabupaten Rote Ndao yang telah memberi sumbangsih bagi konservasi perairan dunia, “melestarikan pesisir dan laut adalah kebutuhan, Deklarasi ini merupakan sebuah sejarah baru di NTT, namun perlu ada ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku”, ungkap Ferdy.
Direktur konserfasi dan keanekaragaman laut Republik Indonesia, Andy Rusady, mengatakan Pemerintah pusat sangat menyambut baik karena diyakini bahwa pengelolaan dengan kearifan lokal atau papadak akan melestarikan sumber daya alam yang ada, “saya baru pertama kali mengikuti kegiatan seperti ini dan ini sangat bagus, kita sangat mendukung dan tidak akan mengintervensi aturan-aturan yg sudah dibuat karena masing-masing daerah memiliki kearifan lokal” ungkap Andy.
Pihaknya, lanjut Andy, akan mengawal melalui balai kawasan konserfasi perairan nasional (BKKPN) laut savu, jika ada hal-hal yg kurang dan membutuhkan bantuan .
Deklarasi dan pengukuhan lembaga adat tersebut dihadiri oleh Bupati dan wakil bupati Rote Ndao, Kepala bidang Orta Prov. NTT, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKHL) Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, kepala BKKPN laut sawu, perwakilan the nature conservation, Forkopimda kabupaten Rote Ndao, para Camat, kepala Desa, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemuda se-kabupaten Rote Ndao.
Sementara itu, ketua forum adat Rote Ndao, John B Ndolu mengatakan penetapan papadak/haholok sebagai salah satu kearifan lokal yang perlu diterapkan di wilayah pesisir dan laut, ini didasarkan pada kenyataan bahwa pendekatan adat ini sangat ditaati oleh masyarakat lokal dan selama ratusan tahun telah melindungi kawasan hutan dan kebun untuk pemanfaatan yang berkelanjutan.
Ndolu menjelaskan, persiapan pemberlakuan papadak/hoholok untuk tahap awal ini difokuskan di 3 Nusak(wilayah kerajaan) yaitu Nusak Dengka di Kec.Rote Barat Laut meliputi 2 desa yakni Desa Netenaen dan Desa Oelua, Nusak Termanu di Kec.Rote Tengah meliputi 2 desa yakni Desa Siomeda dan Desa Nggodimeda serta Nusak Landu di Kec.Landu Leko meliputi 2 desa yaitu Desa Bolatena dan Desa Sotimori.
Deklarasi penerapan kearifan lokal untuk menjaga laut tersebut di sertai dengan denda-denda yang telah ditetapkan oleh masyarakat adat pada kisaran antara Rp10 juta sampai Rp100 juta sesuai tingkat kerusakan lingkungan laut dan pesisir yang dilakukan.
Larangan untuk tidak melakukan kerusakan pada wilayah laut dan pesisir itu antara lain penebangan magrove, pengeboman ikan, penangkapan penyu yang dilindungi, serta penangkapan ikan dengan menggunakan pukat harimau.
(nyongky/mr_v/rn01)