ROOLNEWS.ID – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyosialisasikan Peraturan Gubernur (Pergub) NTT No. 34 Tahun 2025 tentang Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender dalam Pelaksanaan Pembangunan. Kegiatan yang digelar di Kota Kupang ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman para pengambil kebijakan di lingkup perangkat daerah provinsi.
Gubernur NTT, Melkiades Laka Lena, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Pelaksana Harian Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi NTT, Kanisius H. M. Mau, M.Si., menyatakan bahwa peraturan ini menjadi fondasi untuk memastikan proses perencanaan dan penganggaran di NTT memperhatikan kebutuhan, pengalaman, aspirasi, dan kepentingan seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan, baik laki-laki maupun perempuan.
“Dengan begitu kita dapat bersama-sama mewujudkan pembangunan daerah yang inklusif, adil dan berkeadilan gender,” ujar Gubernur Melkiades seperti yang disampaikan Kanisius, Selasa (30/9/2025).
Gubernur berharap para perangkat daerah dapat memahami substansi Pergub tersebut secara komprehensif agar mampu mengimplementasikannya dalam dokumen perencanaan dan penganggaran.
“Dengan adanya Pergub ini diharapkan setiap perangkat daerah di NTT, akan dapat melakukan proses perencanaan hingga evaluasi program atau kegiatan-kegiatannya secara responsif gender. Sehingga pemanfaatan serta pengelolaan anggaran akan lebih tepat sasaran, hingga dapat memberikan manfaat yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat tanpa kecuali,” tambahnya.
Dalam sambutannya, Gubernur juga menegaskan komitmen Pemprov NTT dalam mendorong pembangunan yang adil, setara, dan berkelanjutan melalui kebijakan yang terukur, termasuk penerapan pengarusutamaan gender di setiap tahapan pembangunan.
Lebih lanjut, Kanisius H. M. Mau, M.Si., memaparkan data yang menunjukkan adanya kesenjangan gender di NTT. Ia menyebutkan bahwa di bidang ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan masih rendah dibandingkan laki-laki.
“Sementara itu di bidang pendidikan, kendati rasio partisipasi murni perempuan sudah lebih baik di jenjang SMP ke atas, namun di jenjang SD perempuan masih tertinggal dibanding laki-laki. Kondisi ini menunjukkan bahwa akses dan kesinambungan pendidikan bagi anak dan perempuan masih perlu kita dorong secara serius,” katanya.
Ia juga menyoroti tingginya angka kematian ibu dan anak sebagai indikator kesenjangan di bidang kesehatan yang mendesak untuk diatasi. Selain itu, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi keprihatinan bersama, di mana hingga pertengahan tahun 2025, UPTD PPA mencatat lebih dari 280 kasus.
“Atau rata-rata lebih dari satu kasus setiap hari. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan gender bukan hanya terjadi dalam akses dan kesempatan namun juga berdampak pada rentannya perempuan dan anak,” jelas Kanisius.
Sosialisasi ini turut didukung oleh Pemerintah Australia melalui Program SIAP SIAGA. Area Manager Program SIAP SIAGA NTT, Silvia Fanggidae, menjelaskan bahwa sejak tahun 2020, pihaknya telah mendukung berbagai upaya pemerintah daerah terkait pengarusutamaan gender, inklusi penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya, bekerja sama dengan BPBD dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT.
Dukungan tersebut mencakup penyusunan panduan, upaya mengarusutamakan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) dalam RPJMD Provinsi, hingga coaching clinics untuk Perencanaan Responsif Gender (PRG) di 41 Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD).
Silvia menjelaskan keterkaitan program penanggulangan bencana dengan pengarusutamaan gender. “Karena dalam hal penanggulangan bencana, perhatian paling besar atau paling utama kami adalah memastikan agar kelompok-kelompok rentan, dalam hal ini perempuan, anak, kelompok disabilitas, dan kelompok rentan lainnya, ketika berada dalam kondisi bencana, tetap bisa terpenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya maupun terjaga harkat dan martabatnya,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa kerentanan diciptakan pada saat kondisi normal atau tidak terjadi bencana. Oleh karena itu, jika isu ini tidak ditangani dalam pembangunan normal, situasi akan menjadi lebih buruk saat bencana terjadi. Silvia menyatakan apresiasinya terhadap langkah maju NTT dengan adanya Pergub No. 34 Tahun 2025 dan berharap semua aspek pembangunan di NTT dapat mengarusutamakan gender dan kelompok rentan.
Perumusan naskah Pergub ini dimulai oleh DP3A sejak Tahun Anggaran 2024 dengan dukungan Project MENTARI, serta melibatkan berbagai sektor seperti Biro Hukum, Bapperida, Inspektorat, dan Biro Organisasi. Pergub ini secara resmi ditandatangani oleh Gubernur Melki Laka Lena pada 1 Agustus 2025.
Hadir sebagai pembicara dalam sosialisasi ini adalah Kepala DP3A Provinsi NTT, Ruth Diana Laiskodat, S.Si., Apt., M.M.; Kabid. Kualitas Hidup Perempuan DP3A Provinsi NTT, Dr. Theresia M. Ralo, MPh.; dan Perancang Peraturan Perundang-undangan pada Biro Hukum Setda NTT, Oswaldus R. Rabu.
Oswaldus Rabu menjelaskan, Pergub No. 34 Tahun 2025 lahir karena masih adanya kesenjangan gender yang besar dalam pembangunan. Peraturan ini juga merupakan amanat dari Peraturan Daerah NTT No. 5 Tahun 2022 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pelaksanaan Pembangunan di Daerah. Tujuannya adalah menjadi pedoman bagi perangkat daerah dalam mengintegrasikan analisis gender pada perencanaan dan penganggaran untuk mewujudkan pemerintahan dan pembangunan yang berkeadilan gender. Berdasarkan peraturan ini, setiap perangkat daerah wajib mengintegrasikan analisis gender dalam dokumen perencanaan serta mengalokasikan anggaran responsif gender di luar program penunjang.
Kegiatan sosialisasi diselenggarakan secara hybrid, dihadiri secara langsung oleh para pejabat dan perencana dari 41 perangkat daerah lingkup Pemprov NTT, focal point gender, serta utusan organisasi masyarakat sipil. Sementara itu, 22 kepala dinas DP3A dari kabupaten/kota se-NTT hadir secara daring. (*rn)