roolnews.ID, BA’A • Abraham Louhenapessy alias kapten Bram yang menjadi DPO sejak tahun 2015 dalam kasus people smuggling yang terdampar di pulau Landu, Rote Ndao akhirnya ditangkap oleh tim Unit III Subdit 3 Dittpidum Bareskrim Polri, Jumat (23/9) di Jakarta. Bram selanjutnya dipulangkan ke Polres Rote Ndao.
Aparat Australia menyambut penangkapan Louhenapessy yang sejak lama menjadi buruan aparat Australia itu.
Kepolisian Federal Australia atau Australian Federal Police (AFP) yang diwakili oleh perwira polisi, Peter Brindal dan didampingi oleh seorang penerjemah, datang menemui Polres Rote Ndao pada Selasa (27/9) siang guna berkordinasi dan membicarakan terkait penangkapan Kapten Bram yang sudah lama sebagai DPO dalam kasus pengangkutan imigran ilegal.
Kedatangan Polisi Australia juga ingin memastikan bahwa benar Kapten Bram telah ditangkap dan sedang mengikuti proses hukum di Polres Rote Ndao, demikian dikatakan oleh Kasat Reskrim Polres Rote Ndao, AKP Benediktus Min yang ditemui sejumlah wartawan usai pertemuan bersama polisi Australia.
Ia menyampaikan bahwa kepolisian Australia menaruh perhatian penuh terhadap penuntasan kasus pengangkutan imigran secara ilegal oleh Kapten Bram.
Pantauan media ini, pertemuan antara perwira polisi Australia dan penyidik tindak pidana umum Polres Rote Ndao dilakukan secara tertutup. Pertemuan berlangsung kurang lebih 2 jam lamanya. Usai menggelar pertemuan tertutup, perwira polisi Australia bersama penerjemahnya langsung meninggalkan Polres Rote Ndao.
Untuk diketahui, tersangka Abraham Louhenapessy atau yang dikenal dengan Kapten Bram, sesuai data yang dihimpun, pada 31 Mei 2015 terdampar 2 kapal pengangkut 65 imigran tujuan Selandia Baru di Pulau Landu, Rote Ndao. Kasus itu kemudian di tangani Polres Rote Ndao dengan dukungan dari Satgas PS Bareskrim Polri. Dari peristiwa itu, di tetapkan 6 orang tersangka yang terdiri dari 5 ABK dan 1 kapten kapal yang semuanya sudah berhasil ditangkap.
Dari hasil penyidikan di keluarkan 5 DPO terhadap yang berperan sebagai organisator dan penyedia kapal yakni Thines kumar al Kugan, warga negara Srilanka selaku koordinator pendanaan, Abadul warga negara Bangladesh selaku koordinator imigran Bangladesh, Suresh yang berperan sebagai koordinator imigran Srilanka dan Myanmar, Arman Yohanis dari Indonesia sebagai penyedia ABK dan Abraham Lahonpesy alias Kapten Bram selaku penyedia kapal dan penentu lokasi pemberangkatan.
Pada Juli 2015, DPO atas nama Thines kumar alias Kugan berhasil ditangkap oleh Bareskrim dan diserahkan ke Polres Rote Ndao. Selanjutnya pada 13 Februari 2016 DPO atas nama Abadul berhasil ditangkap di Ciomas, Bogor. Saat ini, untuk ABK telah divonis PN Rote Ndao dengan hukuman 5 tahun sub denda 400 juta. Untuk Kapten vonis 5 tahun denda 750 juta. Thines kumar alias Kugan masih proses sidang dalam tahap tuntutan dan jaksa menuntut hukuman selama 13 tahun. Abadul masih dalam proses penuntutan oleh kejarari Ba’a , Rote Ndao. DPO atas nama Arman ditangkap pada 23 juli 2016.
Modus operandinya yakni Thines kumar merupakan aktor intelektual yang mengatur sindikat tersebut, dimana sindikat terbagi menjadi 2, yaitu agen asing yg berperan merekrut para imigran yg akan ke Selandia Baru secara ilegal, selain itu juga berperan mengurus para imigran di indonesia.
Sindikat atau agen lokal berperan mencari alat angkut, ABK dan tempat pemberangkatan.
Para imigran membayar antara 4 ribu sampai dengan 8 ribu dollar kepada sindikat. Abraham Louhenapessy merupakan orang yang dikenal sebagai pemain lama dalam kegiatan penyelundupan manusia dan telah terhubung dengan sejumlah upaya pelayaran ilegal menuju Australia. Pada Mei 2007, ia ditangkap di Indonesia atas keterlibatannya dalam sebuah kapal yang masuk secara ilegal dan tiba di Pulau Christmas pada Februari 2007 bersama dengan 83 warga negara Sri Lanka yang masuk secara ilegal. Louhenapessy didakwa dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara atas pelanggaran undang-undang keimigrasian. Ia dibebaskan pada Oktober 2008. Pada Oktober 2009, ia ditangkap di Indonesia atas keterlibatannya dalam upaya pelayaran yang digagalkan di Merak dengan 255 imigran Sri Lanka.
Dia didakwa atas pelanggaran maritim dan dikenakan denda. Ia diyakini berperan utama sebagai penyedia kapal. Hal ini termasuk pembelian dan perbaikan kapal yang digunakan untuk menyelundupkan, dan juga dalam perekrutan ABK. Kapal-kapal yang terkait dengan Louhenapessy berkaitan pula dengan titik-titik keberangkatan di Jawa Barat, khususnya Tanjung Priok dan pesisir selatan Jawa Barat. Pada Mei 2015, ia diduga telah mengatur sebuah kapal yang berupaya masuk secara ilegal ke Selandia Baru dengan 65 imigran asal Sri Lanka dan Bangladesh.
(rn01/ms)