ROOLNEWS.ID – Dampak perubahan iklim di Nusa Tenggara Timur (NTT) kian nyata dan mengancam kebutuhan dasar masyarakat. Hasil riset terbaru yang dipaparkan dalam diskusi publik di Hotel Harper Kupang, Rabu (10/12/2025), mengungkap fakta mengkhawatirkan, produksi pangan di sejumlah desa mengalami penurunan hasil antara 20 hingga 40 persen akibat gagal panen.
Temuan ini merupakan bagian dari Laporan Riset Dampak Perubahan Iklim yang diinisiasi oleh Program SIAP SIAGA, Kaukus Akademisi Forum PRB, dan Pemprov NTT. Riset yang dilakukan sepanjang tahun 2025 ini menyoroti enam temuan kunci, di mana ketersediaan air bersih menurun tajam dan risiko kesehatan berbasis cuaca seperti ISPA, diare, dan demam berdarah meningkat.
“Isu perubahan iklim bukan lagi sekadar termuat dalam dokumen perencanaan, tetapi telah kita rasakan dampaknya secara nyata,” ujar Provincial Manager SIAP SIAGA NTT, Silvia Fanggidae.
Studi yang dilakukan di empat kabupaten berisiko tinggi, Sabu Raijua, Manggarai Barat, Malaka, dan Sumba Barat Daya, menunjukkan bahwa beban terberat dipikul oleh kelompok rentan. Perempuan, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas menjadi pihak yang paling terdampak oleh krisis air dan pangan ini.
Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Bapperida NTT, John Paut, mengakui kerentanan sektor primer yang menopang ekonomi NTT.
“Karena itu hasil penelitian ini sangat penting sebagai dasar kebijakan dan penguatan ketahanan masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Provinsi NTT yang diwakili oleh Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan, John Paut, menegaskan urgensi adaptasi iklim.
“Sektor primer memberi kontribusi besar pada ekonomi NTT, namun sangat rentan terhadap perubahan iklim. Karena itu hasil penelitian ini sangat penting sebagai dasar kebijakan dan penguatan ketahanan masyarakat,” tegas John Paut.
Ia juga menyatakan bahwa perubahan iklim telah terintegrasi dalam tujuan, sasaran, strategi, dan indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), khususnya pada isu infrastruktur berkelanjutan dan pembangunan berketahanan iklim.
Diskusi panel dalam kegiatan ini menampilkan presentasi hasil riset oleh Tim Riset Kaukus Akademisi Forum PRB. Tim peneliti terdiri dari Leny M. Mooy, SP., MP. (Politeknik Pertanian Kupang), Norman Riwu Kaho, SP., M.Sc. (Fakultas Pertanian UNDANA), Dr. Yendris Krisno Syamruth, S.KM., M.Kes. (Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDANA), Dr. Yulius P.K. Suni, ST., M.Sc., dan Budhi B. Lily, ST., MT. (Fakultas Teknik UNWIRA), serta Dismas F.N. Banu, S.Fil. (CIS Timor).
Tanggapan juga diberikan oleh Pusat Studi Lingkungan Universitas Nusa Cendana, Bapperida Provinsi NTT, dan Yayasan PIKUL. Para penanggap menekankan pentingnya riset berbasis bukti untuk memperkuat kebijakan adaptasi serta memastikan kelompok rentan mendapat perhatian utama.
Temuan lapangan dari riset ini telah memperkaya penyusunan RAD-API NTT melalui Kelompok Kerja Perubahan Iklim. Partisipasi lintas aktor dalam diskusi ini menunjukkan komitmen kuat dalam memperkuat ketahanan iklim masyarakat NTT.
Sebagai informasi, Program SIAP SIAGA adalah Program Kemitraan Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia untuk Manajemen Risiko Bencana yang bertujuan memperkuat manajemen risiko bencana di Indonesia serta mendukung keterlibatan antara Australia dan Indonesia dalam penanggulangan bencana di Kawasan Indo-Pasifik. (*/VM)









