ROOLNEWS.ID – Pengungkapan data kumulatif sebanyak 146 kasus HIV/AIDS di Kabupaten Rote Ndao menjadi alarm keras bagi situasi kesehatan masyarakat di wilayah terselatan Indonesia ini. Angka tersebut bukan sekadar statistik, melainkan indikator dari ‘fenomena gunung es’ yang tengah terjadi. Temuan paling krusial dari data ini adalah dominasi Ibu Rumah Tangga (IRT) dalam komposisi kasus, sebuah realitas yang menandakan bahwa benteng pertahanan terakhir sosial yaitu unit keluarga telah ditembus oleh transmisi virus.
Kondisi di Rote Ndao ini mencerminkan tren nasional yang dikenal sebagai feminisasi epidemi HIV. Berdasarkan data kesehatan terkini, Ibu Rumah Tangga kini menjadi kelompok yang sangat rentan, bukan karena perilaku mereka sendiri, melainkan akibat dinamika penularan yang masuk ke dalam ruang domestik yang seharusnya aman.
Menanggapi tingginya angka kasus ini, seperti diberitakan media ROOLNEWS.ID 146 Kasus HIV/AIDS: IRT Mendominasi, Wabup Ingatkan Pentingnya Kesetiaan Wakil Bupati Rote Ndao sempat menekankan pentingnya kesetiaan. Meskipun memiliki landasan moral yang kuat, analisis mendalam menunjukkan bahwa himbauan tersebut memerlukan pendekatan yang lebih kontekstual dan saintifik agar efektif menjadi kebijakan kesehatan.
Tantangan utama di lapangan sering kali berakar pada struktur sosial dan budaya patriarki yang masih kuat. Posisi tawar perempuan dalam negosiasi kesehatan reproduksi cenderung rendah. Seorang istri mungkin memegang teguh kesetiaan, namun sering kali tidak memiliki kuasa untuk memastikan pasangannya melakukan hal yang sama, atau bahkan sekadar meminta penggunaan pengaman (kondom) sebagai langkah pencegahan.
Akibatnya, risiko penularan terjadi di dalam pernikahan. Ketidaktahuan akan status kesehatan pasangan menjadi celah masuknya virus. Kementerian Kesehatan mencatat bahwa secara nasional, aktivitas seksual suami ke istri menyumbang sekitar 30 persen dari total penularan, sebuah fakta yang menuntut perubahan strategi komunikasi publik dari sekadar stigma moral menuju pemberdayaan kesehatan.
Menghadapi kompleksitas ini, Pemerintah Kabupaten Rote Ndao tidak tinggal diam. Langkah strategis telah diambil dengan menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Rote Ndao Nomor 47 Tahun 2025 tentang Percepatan Penanggulangan Penyakit Menular, yang mencakup HIV, Tuberkulosis, dan Malaria.
Regulasi ini menjadi landasan hukum vital bagi solusi berbasis desa. Perbup ini membuka peluang bagi Kepala Desa untuk mengalokasikan Dana Desa bagi inisiatif kesehatan preventif. Beberapa langkah konkret yang didorong meliputi, Reaktivasi Warga Peduli AIDS (WPA) yakni membentuk kader desa yang berfungsi memantau kepatuhan minum obat (Pengawas Menelan Obat/PMO) dan memberikan dukungan sosial agar ODHIV tidak merasa dikucilkan. Selain itu juga Subsidi Akses Layanan dengan mengatasi hambatan geografis dan biaya dengan menyediakan bantuan transportasi bagi warga yang ingin melakukan tes VCT sukarela di Puskesmas atau RSUD.
Fokus penanganan juga diarahkan pada pemutusan mata rantai penularan ke generasi berikutnya. Mengingat dominasi kasus pada IRT, ancaman penularan vertikal dari ibu ke anak menjadi perhatian serius. Tanpa intervensi, risiko penularan ini mencapai 45 persen. Oleh karena itu, program Pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) melalui skrining wajib bagi ibu hamil menjadi prosedur standar yang terus digencarkan untuk menyelamatkan bayi agar lahir negatif HIV.
Selain itu, narasi medis modern mulai diterapkan untuk mengubah ketakutan menjadi harapan. Kampanye “Tidak Terdeteksi = Tidak Menularkan” (T=T) atau Undetectable = Untransmittable (U=U) disosialisasikan secara luas. Konsep ini menjamin bahwa ODHIV yang disiplin meminum obat ARV hingga virus tidak terdeteksi dalam darah, tidak dapat menularkan virus ke pasangannya. Pemahaman ini diharapkan dapat mendorong para suami untuk lebih terbuka melakukan tes tanpa takut stigma.
Penanganan HIV di Rote Ndao kini dilakukan secara kolaboratif. Sinergi antara pemerintah dengan lembaga agama, khususnya melalui kemitraan dengan Sinode GMIT dan program Three for All Foundation, telah menciptakan ruang edukasi yang aman. Gereja mengambil peran strategis dalam menyampaikan pesan bahwa menjaga kesehatan keluarga adalah bagian dari iman, sekaligus menghapus stigma terhadap pengidap.
Dengan paduan kebijakan daerah yang kuat, optimalisasi dana desa, serta pendekatan medis yang humanis, Rote Ndao berupaya keras mengendalikan laju kasus demi mencapai target eliminasi HIV pada tahun 2030. (*/Redaksi)









